Senin, 16 Januari 2012

Masalah Rendahnya Motivasi Belajar


I


1. Masalah
Pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA di Indonesia. Fisika merupakan bagian dari sains yang mempelajari fenomena dan gejala alam secara empiris, logis, sistematis dan rasional yang melibatkan proses dan sikap ilmiah. Ketika belajar fisika, siswa akan dikenalkan tentang produk fisika berupa materi, konsep, asas, teori, prinsip dan hukum-hukum fisika. Siswa juga akan diajarkan untuk bereksperimen di dalam laboratorium atau di luar laboratorium sebagai proses ilmiah untuk memahami berbagai pokok bahasan dalam fisika. Hal yang juga dikembangkan selama berlangsungnya proses belajar mengajar fisika adalah sikap ilmiah seperti jujur, obyektif, rasional, skeptis, kritis, dan sebagainya.
Selama ini, antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran fisika di sekolah tidak seperti mengikuti pelajaran lainnya.
Siswa berpendapat bahwa pelajaran fisika sulit karena mereka banyak menjumpai persamaan matematik sehingga ia diidentikkan dengan angka dan rumus. Bagi siswa, konsep dan prinsip fisika menjadi sulit dipahami dan dicerna oleh kebanyakan mereka. Hal ini berdampak pada rendahnya minat siswa untuk belajar fisika. Masalah ini merupakan salah satu masalah klasik yang kerap dijumpai oleh para guru fisika di sekolah.
Ketidaksukaan pada pelajaran fisika, dapat berdampak pula pada sikap siswa terhadap guru fisikanya. Tidak sedikit guru fisika yang kurang mendapat simpati dari para muridnya karena ketidakberhasilan siswa dalam belajar fisika. Nilai yang buruk dalam tes formatif dan sumatif fisika menempatkan guru sebagai penyebab kegagalan di mata siswa dan orang tua. Sikap siswa akan sangat berbeda pada guru kesenian atau olah raga misalnya, pelajaran yang menjadi favorit bagi kebanyakan siswa.
Motivasi belajar fisika siswa yang rendah menyebabkan mereka tidak dapat belajar optimal selama di kelas. Prestasi belajar fisika siswa pada umumnya lebih rendah dibanding pelajaran sains lainnya seperti biologi dan kimia. Walaupun sudah ada siswa Indonesia yang menjadi juara olimpiade fisika, tetapi kondisi umum motivasi dan prestasi siswa pada pelajaran fisika di Indonesia masih rendah.
Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) adalah jenjang pendidikan menengah formal yang dikelola oleh Departemen Agama. Selain mengikuti kurikulum dari Departemen Agama, Madrasah juga melaksanakan kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Pelajaran fisika di Madrasah juga tidak terlalu diminati oleh sebagian besar siswa. Bahkan prestasi belajar fisika siswa Madrasah secara umum lebih rendah daripada prestasi siswa SMP dan SMA.
Siswa MTs dan MA umumnya memiki karakteristik yang hampir sama dengan siswa SMP dan SMA. Siswa MTs dan MA merupakan remaja yang sedang mengalami pubertas dengan perkembangan fisik dan kognitif seperti remaja lainnya. Keingintahuan mereka sangat besar terhadap berbagai hal, dari masalah identitas diri hingga lingkungan. Hal ini merupakan peluang bagi para guru untuk menanamkan berbagi pengetahuan, nilai-nilai moral dan sosial.
Peran guru fisika sebagai motivator dalam belajar mengajar di kelas akan selalu perlu untuk dilakukan dan dioptimalkan. Materi fisika yang memerlukan analisis pemahaman dan penalaran, akan membutuhkan motivasi belajar yang relatif kuat dan stabil. Faktor-faktor penyebab rendahnya motivasi dan berbagai cara yang dapat diterapkan di kelas dalam upaya peningkatan motivasi belajar siswa perlu selalu dikaji dan dianalisa.
2. BEBERAPA PENDEKATAN MOTIVASI BELAJAR
Motivasi belajar merupakan proses yang membangkitkan energi, mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku seseorang dalam belajar. Motivasi merupakan hal yang esensial dalam belajar. Motivasi akan menentukan intensitas usaha siswa dalam mencapai tujuan belajar.
Psikologi behavior memandang motivasi sebagai respon dari adanya stimuli yang positif atau negatif yang dapat meningkatkan atau mengurangi tingkah laku seseorang. Kunci penentu motivasi belajar siswa adalah rewards dan punishments dari luar dirinya. Guru dapat menggunakan bermacam-macam motivasi positif bagi siswa dalam belajar seperti memberi point, hadiah, kompetisi, pujian, dan sebagainya. Sedangkan memberi teguran, kecaman, sindiran, celaan dan hukuman pada umumnya dapat menurunkan motivasi siswa. Guru juga dapat menciptakan situasi belajar yang menimbulkan kompetisi yang sehat diantara siswa. Suasana kompetisi di kelas yang segera diberi feedback positif akan menimbulkan perasan puas terhadap hasil-hasil belajar atau prestasi yang telah dicapai oleh siswa.
Konsep motivasi instrinsik diajukan oleh Robert White (1959). Dia berargumen bahwa berbagai tingkah laku tidak memerlukan penguatan untuk dilakukan. Kompetensi seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan merupakan sebuah reward bagi tingkah lakunya (Matlin, 1999). Sebaliknya teori insentif dari motivasi menekankan bagaimana imbalan yang menarik dapat memacu kita untuk melakukan sesuatu. Terdapat efek paradoksial dari reward terhadap motivasi. Motivasi ekstrinsik dapat menurunkan motivasi instrinsik. Pendekatan behavior menyarankan bahwa reward dapat meningkatkan motivasi tetapi dengan adanya kompleksitas manusia, reward pun dapat berlaku sebaliknya. Pujian dan feed-back positif seperti ucapan selamat, lebih meningkatkan motivasi instrinsik daripada imbalan material..
Psikologi humanistik menekankan bahwa setiap siswa memiliki kapasitas personal yang tumbuh dan kebebasan untuk menentukan pilihan dan hal-hal positif yang berkualitas. Konsep hirarki kebutuhan dari Maslow menetapkan kebutuhan berjenjang manusia dari kebutuhan fisiologis, keamanan, love dan belongingness, harga diri serta aktualisasi diri. Aktualisasi diri sebagai kebutuhan tertinggi dari hirarki Maslow memperhatikan motivasi sebagai salah satu yang dapat mengembangkan potensi seseorang secara utuh.
Psikologi kognitif menekankan pentingnya menetapkan tujuan, perencanaan dan pengawasan pada pencapaian tujuan. Pandangan ini berfokus pada peningkatan motivasi internal siswa, atribusi dan keyakinan siswa bahwa mereka dapat secara efektif mengontrol lingkungan mereka (Santrock, 2006). Jika pada psikologi behavior, motivasi siswa adalah konsekuensi dari insentif eksternal, maka sebaliknya pandangan kognitif berargumen bahwa faktor eksternal dapat menurunkan motivasi. Perspektif kognitif merekomendasikan bahwa siswa harus diberi kesempatan dan tanggung jawab untuk mengontrol pencapaian hasil mereka sendiri.
Psikologi Sosial memandang bahwa kebutuhan untuk berafiliasi atau berhubungan adalah motif untuk tetap menjalin relasi dengan orang lain. Hal ini mempengaruhi usaha seseorang dalam membangun, merawat, dan menjaga kehangatan pada hubungan personal yang akrab. Kebutuhan siswa untuk berafiliasi tercermin pada motivasi mereka untuk menghabiskan waktu dengan teman sebaya, dalam persahabatan, hubungan dengan orang tua, dan hubungan positif dengan guru. Menurut Baker (1999) dan Stipek (2002), siswa di sekolah dengan bawaan dan dukungan hubungan interpersonal yang positif memiliki sikap akademik dan nilai lebih baik serta lebih banyak kepuasan terhadap sekolah (Santrock, 2006). Faktor penting yang dapat meningkatkan motivasi siswa adalah apakah siswa mempunyai hubungan yang positif dengan guru mereka. Guru merupakan figur bagi siswa dalam berbagi hal termasuk dalam memotivasi diri, berprestasi, dan bergaul dengan lingkungannya.
3. ANALISA MASALAH
Guru fisika bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar fisika dan prestasi belajar fisika siswa. Guru berperan dalam mengelola proses belajar mengajar dengan menggunakan berbagai media dan sumber belajar sesuai pokok bahasan yang akan diajarkan di kelas. Hal-hal tersebut tidak akan berlangsung optimal tanpa antusiasme dan kegairahan siswa dalam belajar. Motivasi sangat berperan dalam membangkitkan minat dan perhatian siswa pada pelajaran. Dengan berbagai pendekatan motivasi belajar, seorang guru dapat melakukan upaya meningkatkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik siswa.
Hasil belajar fisika siswa biasa dievaluasi dengan tes formatif dan sumatif. Hasil yang tidak sesuai dengan standar kompetensi yang diharapkan dapat terjadi karena proses belajar mengajar yang tidak optimal. Strategi mengajar, pendekatan belajar atau metode belajar yang diterapkan guru mungkin tidak sesuai dengan pokok bahasan. Fasilitas dan sumber belajar yang tidak memadai dapat pula menjadi kendala.
Pendekatan humanistik dan kognitif lebih menekankan motivasi instrinsik daripada motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik merupakan dorongan dari dalam untuk melakukan sesuatu karena sesuatu itu sendiri. Contohnya, siswa yang belajar dengan giat karena menyukai pelajaran tersebut. Terdapat dua tipe motivasi instrinsik,
(1) motivasi instrinsik dari penentuan dan pilihan sendiri
(2) motivasi instrinsik dari pengalaman yang optimal dan flow
Tipe pertama, siswa meyakini bahwa mereka melakukan sesuatu karena keinginan mereka sendiri, bukan karena nilai kesuksesan atau adanya reward eksternal. Dalam suatu studi, siswa SMA yang dibebaskan untuk mengorganisir demonstrasi eksperimen dalam pelajaran sains ternyata lebih perhatian dan berminat dalam praktikum di laboratorium daripada mereka yang harus mengikuti instruksi dan pengarahan saja.
Tipe kedua, motivasi instrinsik yang berasal dari pengalaman yang optimal akan menyebabkan orang lebih enjoy dan bahagia. Csikszentmihalyi meneliti selama dua dekade bahwa flow atau pengalaman yang optimal lebih sering terjadi ketika seseorang mengembangkan sense of mastery dan meresapinya dengan konsentrasi ketika melakukan kegiatan. Dia menemukan bahwa flow terjadi ketika seseorang mendapat tantangan yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah (Santrock, 2006). Soal-soal yang terlalu sulit menyebabkan kecemasan pada siswa dan yang terlalu mudah akan menimbulkan kejenuhan.
Guru fisika akan memberikan contoh soal atau problem solving secara bertahap dari soal yang mudah, sedang dan sukar menurut perkembangan kognitif siswa. Pemberian soal berjenjang dapat memacu siswa untuk mencoba, karena siswa memiliki harapan untuk menyelesaikannya. Pemilihan soal yang digunakan pada tes formatif dan sumatif yang derajat kesukarannya sedang, tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Hal ini dapat meningkatkan motivasi instrinsik siswa untuk belajar fisika.
Pengalaman belajar fisika yang menyenangkan, baik di dalam atau di luar kelas merupakan salah satu situasi yang dapat mengantarkan flow siswa sehingga melahirkan sense of mastery pada materi-materi fisika. Pengalaman optimal seperti bereksperimen, diskusi, dan observasi bahkn menonton VCD tematik sesuai pokok bahasan merupakan metode yang dapat dipertimbangkn guru menjadi proses belajar mengajar yang berkesan bagi siswa.
Motivasi instrinsik belajar fisika siswa dapat ditingkatkan dengan berbagai cara.. Selama proses belajar di kelas, guru perlu memberikan reward yang sesuai untuk keberhasilan belajar atau sikap positif siswa. Siswa yang berani bertanya, berani menjawab, atau berani mencoba menyelesaikan soal di papan tulis patut diberi pujian untuk memotivasi belajar mereka. Kesalahan atau kegagalan siswa perlu diberi harapan agar motivasi instrinsik mereka tetap stabil. Selffulfilling prophecy atau pygmallion effect adalah salah satu bentuk penguatan perilaku yang positif yang dapat meningkatkan harga diri siswa. Menyebut siswa sebagai anak yang cerdas, pintar atau rajin merupakan bentuk motivasi yang dapat dilakukan.
Adapun proses ilmiah fisika biasanya dinilai pada ujian praktikum. Aspek pelajaran ini banyak melibatkan keterampilan psikomotorik siswa selain keterampilan kognitif dan afektifnya. Kesulitan praktikum fisika dapat disebabkan kurangnya praktik dan latihan pada saat kegiatan belajar sehari-hari atau dikarenakan kurangnya alat dan bahan yang tersedia di sekolah. Faktor ini dapat pula merendahkan motivasi siswa untuk lebih mendalami fisika.
Pendekatan psikologi humanistik dapat diterapkan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyusun dan merencanakan eksperimen sendiri dan mengontrolnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Siswa diberi tugas merencanakan, menyusun dan mendemonstrasikan alat peraga atau praktikum sederhana yang sesuai dengan pokok bahasan, baik sendiri atau kelompok. Keberhasilan siswa dalam bereksperimen akan menguatkan motivasi instrinsik siswa.
Motivasi ekstrinsik merupakan dorongan berbuat untuk memperoleh sesuatu. Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti reward dan punishment. Sebagi contoh, seorang siswa akan belajar giat untuk memperoleh nilai yang baik dalam ujian. Guru fisika yang sering memberikan reward berupa pujian akan keberhasilan siswa, dapat membuat siswa terdorong untuk belajar. Sebagai contoh, hadiah sebuah permen untuk siswa yang berhasil menyelesaikan sebuah soal di depan kelas atau sebungkus coklat untuk siswa yang memperoleh nilai 100 dalam tes sumatif merupakan hal yang dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa ekstrinsik reward tidak selamanya dapat mengubah tingkah laku seperti yang diharapkan, tetapi dapat pula menurunkan motivasi instrinsik. Judi Cameron menyimpulkan dari seratus studi, bahwa reward verbal seperti pujian dan feedback yang positif dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi instrinsik siswa (Santrock, 2006).
Selain beberapa cara di atas, hal yang tidak boleh dilupakan untuk meningkatkan motivasi belajar adalah mengenai kepribadian guru fisika. Seorang guru yang ramah, senang membantu kesulitan belajar siswa, membimbing, dan bersahabat akan membuat siswa enjoy untuk belajar fisika. Mereka akan memperoleh salah satu pengalaman yang optimal setelah berinteraksi dan berhubungan dengan guru. Siswa tidak memiliki kecemasan yang berlebihan dalam belajar, dan merasa nyaman berada dekat dengan guru. Suasana kelas yang dibimbing oleh seorang guru yang disukai oleh siswa akan menjadikan proses belajar mengajar akan berlangsung optimal.
Metode belajar yang digunakan Jenis motivasi yang diberikan
Diskusi dan tanya jawab Pujian pada pertanyaan dan jawaban siswa baik benar atau salah.
Proyek praktikum, demonstrasi Pygmallion effect, seperti: kamu pasti bisa.
Problem solving Pemberian soal secara bertahap dari yang mudah hingga sulit, pujian bagi siswa yang berusaha menjawab
Observasi di luar kelas Pujian, dan pygmallion effect
Tabel 1. Contoh metode belajar selama proses belajar mengajar dan motivasi yang sesuai
4. SARAN
Uraian di atas merupakan metode yang dapat diupayakan guru fisika Madrasah Aliyah untuk meningkatkan motivasi belajar fisika.
Beberapa tips untuk memotivasi belajar fisika di kelas adalah :
 Usahakan agar tujuan pelajaran jelas dan menarik. Makin jelas tujuan makin kuat motivasi siswa.
 Guru harus bersemangat dan antusias dalam mengajar.
 Ciptakan suasana yang menyenangkan. Senyuman dapat menggembirakan suasana, terutama pada perilaku positif siswa yang diharapkan.
 Siswa adalah centered learning. Guru adalah fasilitator yang menciptakan kondisi, situasi dan iklim yang kondusif agar siswa dapat berkembang, belajar dan mengaktulisasikan dirinya.
 Hubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa.
 Berikan pujian atau reward lainnya, segera setelah siswa menunjukkan kemajuan dalam belajar.
 Berikan penguatan reinforcement setiap jawaban benar pada tahap awal suatu tugas.
 Pekerjaan dan tugas yang diberikan harus sesuai dengan kematangan dan perkembangan kognitif siswa.
 Menghargai semua usaha siswa dan semua pekerjaan mereka.
 Mantapkan perbaikan atau langkah-langkah yang benar, tidak menuntut response yang sempurna dari siswa.
 Berilah kritik dengan senyuman dan kata-kata yang bersahabat dan membangun kepercayaan diri, sehingga siswa tidak mendapat kesan bahwa guru marah kepadanya tetapi kecewa dengan pekerjaan atau perbuatannya.
 Jangan menekankan atau menguatkan perilaku yang tidak diinginkan.
5. KESIMPULAN
 Secara umum motivasi instrinsik memiliki dampak lebih kuat dan stabil daripada motivasi ekstrinsik.
 Guru perlu menggunakan berbagai cara dalam meningkatkan motivasi instrinsik siswa untuk belajar fisika melalui berbagai pendekatan yang sesuai pokok bahasan dengan memperhatikan perkembangan kognitif serta keberagaman individu siswa.
 Kompleks dan beragamnya kepribadian siswa serta banyaknya materi yang perlu disampaikan pada pelajaran fisika mengharuskan guru untuk senantiasa mencari berbagai metode, strategi dan pendekatan yang sesuai dalam proses belajar mengajar di kelas.
 Guru yang profesional tidak hanya berfungsi sebagi komunikator materi pelajaran tetapi juga yang dapat menjadi motivator bagi siswa dalam proses belajar mengajar.
 Pemahaman terhadap berbagai pendekatan motivasi belajar dapat membantu guru dalam memotivasi siswa dan memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar di kelas pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Idris, Zahara dan Lisma Jamal, 1992. Pengantar Pendidikan 1, Jakarta: Gramedia
Matlin, Margaret, 1999. Psychology, 3rd edition, USA: Harcourt Brace College Publisher.
Nasution, S., 1986. Didaktik Asas-Asas Mengajar, Bandung: Jemmars.
Santrock, John.W., 2006. Educational Psychology, Classroom Update Preparing for Praxis and Practise, Second Edition, USA: Mc. Graww Hill.
Tim Dosen, 1987. Teori Belajar, Jakarta: IKIP Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar