Senin, 16 Januari 2012

Hubungan antara Persepsi terhadap Iklim Kelas dengan Motivasi Belajar Mata Pelajaran Fisika


A. Motivasi Belajar Mata Pelajaran Fisika 


1. Definisi motivasi belajar 


Motivasi secara sederhana dapat diartikan sebagai dorongan yang menggerakkan dan mengarahkan sebuah perilaku untuk mencapai suatu tujuan (Parsons & Hinson, 2001). Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2004). 


Dalam kegiatan belajar, maka motivasi belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2003). 


 Sejalan dengan pernyataan di atas, Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk memperoleh manfaat yang diharapkan dari aktivitas tersebut. Motivasi belajar ini pada dasarnya merupakan respon kognitif yang melibatkan usaha - usaha untuk memahami suatu informasi, menghubungkan informasi tersebut dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, dan menguasai keterampilan –  keterampilan tertentu untuk mengembangkan aktivitas belajar. Motivasi belajar melibatkan kesadaran dalam diri siswa untuk belajar, tujuan-tujuan  belajar dan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan belajar tersebut. 


Tokoh lain, Dalyono (dalam Efrida, 2006) menyebutkan motivasi belajar sebagai suatu daya penggerak atau pendorong yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan suatu pekerjaan yaitu belajar. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah atau semangat. Sebaliknya, belajar dengan motivasi yang lemah akan menyebabkan sikap malas bahkan tidak 
mau mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pelajaran.  


 Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan dalam diri siswa untuk melakukan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat tercapai. 


2. Mata pelajaran fisika 


Mata pelajaran fisika adalah cabang dari ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menjelaskan tentang unsur-unsur dalam alam serta fenomenanya secara empiris, logis, sistematis dan rasional. Pada mata pelajaran fisika, siswa banyak mempelajari tentang zat, energi, dan gerakan. Pelajaran fisika juga merupakan ilmu pengetahuan kuantitatif atau ilmu 
pengetahuan tentang pengukuran, percobaan, dan hasil percobaan secara sistematis, dimana lebih ditekankan pentingnya pemahaman siswa daripada penghapalan (Siregar, 2003). 


Pada dasarnya, pelajaran fisika sebagai salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pemahaman kuantitatif gejala atau proses alam dan sifat-sifat zat serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kesuksesan dalam belajar mata pelajaran fisika dapat dicapai jika siswa memiliki kemampuan untuk memahami tiga hal pokok fisika yaitu konsep-konsep / pengertian, hukum-hukum / asas-asas, dan teori-teori (Siregar, 2003). 


Dalam Subratha (2007) disebutkan bahwa ruang lingkup mata pelajaran fisika di Sekolah  meliputi aspek – aspek sebagai berikut: 


1. Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar gelombang elektromagnetik


2. Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi, gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan momentum, momentum sudut dan rotasi benda tegar, fluida, termodinamika 


3. 
Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial 
dan energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi 
elektromagnetik dan arus bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi 
benda hitam, teori atom, relativitas, radioaktivitas. 
Universitas Sumatera Utara

3. Definisi motivasi belajar mata pelajaran fisika Sardiman (2003) menyebutkan motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai 
(Sardiman, 2003). 


Dalam kaitannya dengan mata pelajaran fisika maka motivasi belajar mata pelajaran fisika adalah dorongan pada diri siswa untuk melakukan kegiatan belajar mata pelajaran fisika, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa pada mata pelajaran fisika dapat tercapai. 


4. Aspek - aspek motivasi belajar Menurut Worell dan Stiwell (dalam Hadinata, 2006) terdapat enam aspek dalam motivasi belajar, yaitu tanggung jawab, tekun, usaha, umpan balik, waktu, dan tujuan. 


a. Tanggung jawab 
Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi merasa bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakannya dan tidak meninggalkan tugas tersebut. Sedangkan siswa yang motivasi belajarnya rendah, kurang bertanggung jawab terhadap tugas yang ia kerjakan, dan sering menyalahkan hal-hal di luar dirinya. 



b. Tekun 
Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi dapat bekerja terus-menerus dengan waktu yang relatif lama, tidak mudah menyerah dan memiliki tingkat konsentrasi yang baik. Sedangkan siswa dengan motivasi belajar yang rendah memiliki konsentrasi yang rendah sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas tepat waktu. 


c. Usaha 
Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi, memiliki sejumlah usaha, kerja keras dan waktu untuk kegiatan belajar, seperti pergi ke perpustakaan. Sedangkan siswa dengan motivasi belajar yang rendah akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain. 


d. Umpan balik 
Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, menyukai umpan balik atas pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan siswa dengan motivasi belajar yang rendah tidak menyukai umpan balik, karena akan memperlihatkan kesalahannya. Adanya umpan balik berupa penilaian dan kritikan terhadap pekerjaan yang dilakukan siswa ini berhubungan dengan usaha siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. 


e. Waktu 
Siswa dengan motivasi belajar tinggi, akan berusaha menyelesaikan setiap tugas dalam waktu yang cepat dan seefisien mungkin. Sedangkan siswa dengan motivasi belajar yang rendah kurang tertantang untuk menyelesaikan tugas secepat mungkin, cenderung lama dan tidak efisien. 


f. Tujuan 
Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi mampu menetapkan tujuan yang realistik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan juga mampu berkonsentrasi terhadap setiap langkah yang dituju, sedangkan siswa dengan motivasi belajar yang rendah akan melakukan sebaliknya. 


5. Faktor - faktor yang mempengaruhi motivasi belajar 
Menurut Elliot,dkk (1996) ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, yaitu: 


a. Kecemasan 
Ada beberapa sumber kecemasan bagi siswa ketika berada di dalam kelas, seperti guru, ujian, teman, hubungan sosial, dan lain-lain. Kecemasan terhadap beberapa sumber kecemasan tersebut akan berpengaruh terhadap performansi siswa. Apabila tingkat kecemasan relatif rendah atau sedang, maka hal itu akan bersifat konstruktif. Namun, apabila kecemasan tersebut berada pada tingkat yang relatif tinggi, maka hal itu bisa bersifat destruktif. 


b. Sikap 
Sikap merupakan cara individu dalam hal merasakan, berpikir dan bertingkah laku terhadap sesuatu atau orang lain dan sifatnya relatif permanen. Dalam hal ini, guru memiliki pengaruh yang besar dalam hal perubahan tingkah laku siswa melalui komunikasi yang persuasif. Cara guru memperlakukan siswa dapat mempengaruhi sikap siswa selama proses belajar. 


c. Rasa ingin tahu 
Rasa ingin tahu siswa ditampilkan dalam perilaku yang aktif, suka mengeksplorasi atau memanipulasi sesuatu. Keadaan yang rileks, kebebasan untuk mengeksplorasi sesuatu, dan penerimaan terhadap hal - hal yang tidak biasa dapat mendorong rasa ingin tahu siswa. 


d. Locus of control 
Locus of control diartikan sebagai keyakinan individu atas apa yang terjadi dalam hidupnya apakah disebabkan karena kemampuan diri sendiri (internal locus of control) atau dari luar diri / lingkugan (external locus of control). Jika siswa percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan kemampuan mereka sendiri, maka mereka telah dianggap mampu untuk mengendalikan tujuan mereka (internal locus of control). Sebaliknya, siswa yang percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih 
dikarenakan faktor keberuntungan, maka mereka dianggap memiliki kontrol yang rendah terhadap tujuan mereka (external locus of control). 


e. Learned helplessness 
Learned helplessness adalah perasaan tak berdaya pada diri seseorang yang menggambar-kan kondisi frustasi dan putus asa setelah kegagalan yang terjadi berulang kali. Siswa yang merasa tidak memiliki kemampuan ketika dihadapkan dengan suatu masalah seringkali langsung merasa putus asa dan tidak melakukan suatu apapun untuk mengatasinya. 



f. Efikasi diri 
Efikasi diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan seluruh kehidupannya, termasuk perasaan dan kompetesinya. Siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung untuk memfokuskan perhatian dan usahanya pada tuntutan tugas dan berusaha meminimalisasi kesulitan yang mungkin terjadi. 


g. Belajar bersama ( kooperatif ) 
Belajar bersama ( kooperatif ) merupakan suatu metode dalam belajar dimana siswa bekerja sama dalam menyelesaikan tugas akademik. Metode ini bertujuan agar seorang siswa dapat membantu siswa lainnya dalam belajar. Salah satu caranya adalah dengan membentuk kelompok diskusi dalam mengerjakan suatu tugas. 


B. Persepsi terhadap Iklim Kelas 
1. Persepsi 
a. Definisi persepsi 
Rakhmad (2004) mendefinisikan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga dapat didefinisikan sebagai proses kognitif seseorang untuk memberi arti atau nilai terhadap stimuli dari lingkungan, yang dapat ditangkap melalui panca indera 
(Sigit, 2003). Tokoh lain, Wade & Tavris (2007) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengaturan dan penerjemahan informasi sensorik oleh otak. 


Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, Atkinson (2000) menyebutkan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau situasi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses pengorganisasian, penafsiran serta penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun 
negatif terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan. 


b. Faktor - faktor yang mempengaruhi persepsi 
Menurut Wade & Tavris (2007) bahwa seseorang mempersepsikan sesuatu dengan cara yang berbeda dengan orang lain. Faktor – faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu adalah: 


1) Kebutuhan 
Ketika seseorang membutuhkan sesuatu, atau memiliki ketertarikan akan suatu hal, atau menginginkannya, maka orang tersebut akan dengan mudah mempersepsikan sesuatu berdasarkan kebutuhan ini. 


2) Kepercayaan 
Apa yang dianggap seseorang sebagai yang benar dapat mempengaruhi interpretasi orang tersebut terhadap sinyal sensorik. 


3) Emosi 
Emosi dapat mempengaruhi interpretasi seseorang mengenai suatu informasi sensorik. Emosi yang negatif, seperti marah, takut, atau sedih dapat menghasilkan penilaian yang negatif terhadap suatu stimulus. 


4) Ekspektansi 
Pengalaman masa lalu sering mempengaruhi cara seseorang mempersepsikan sesuatu. Seseorang cenderung untuk mempersepsikan suatu hal sesuai dengan harapannya. 


2. Iklim kelas 
Iklim kelas sering digantikan dengan istilah lain seperti atmosfir, suasana, ekologi, dan lingkungan belajar. Iklim kelas dapat memberikan dampak bermanfaat bagi siswa dan staf sekolah. Namun, juga bisa menjadi hambatan untuk belajar (Adelman & Taylor, 2002). 


a. Definisi iklim kelas 
Kata iklim sering digunakan secara bergantian dengan kata perasaan, atmosfir, dan lingkungan. Sejalan dengan itu, iklim kelas juga digunakan untuk mewakili kata -kata lain seperti lingkungan belajar, lingkungan kelas, dan iklim kelompok. Iklim kelas merupakan kualitas yang dirasakan dari pengaturan berbagai faktor lingkungan (misalnya, fisik, materi, organisasi, operasional, dan komponen sosial) (Adelman & Taylor, 2002 ). Hoy dan Miskell (dalam Tarmidi, 2006) menyebutkan bahwa istilah iklim sama seperti kepribadian pada manusia. Artinya, masing - masing kelas mempunyai ciri (kepribadian) yang tidak akan 
sama dengan kelas - kelas lain, meskipun kelas itu dibangun dengan fisik dan 
bentuk atau arsitektur yang sama. 


Iklim kelas ini merupakan suasana yang terbentuk di dalam kelas yang muncul sebagai hasil dari proses pendidikan dan interaksi sosial yang terjadi antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa lainnya (Amar & Strugo, 2003). Selain itu, iklim kelas juga mengandung pengertian sebagai tempat dimana tercipta komunitas di antara siswa, tempat dimana siswa diberi kontrol beraktivitas dalam kelas, tempat untuk mengkomunikasikan pesan -pesan 
mengenai permasalahannya di sekolah, serta tempat untuk mengkomunikasikan 
penerimaan, penghargaan dan perhatian guru kepada siswanya (Ormrod, 2003). 


Berdasarkan beberapa pengertian iklim kelas di atas maka dapat disimpulkan bahwa iklim kelas adalah suasana atau situasi yang muncul akibat interaksi sosial yang ada dalam kelas yang meliputi hubungan antara guru dengan peserta didik dan hubungan antar peserta didik yang menjadi ciri khusus dari kelas dan mempengaruhi proses belajar - mengajar. 


b. Aspek – aspek iklim kelas 
Menurut Fraser, McRobbie, dan Fisher (dalam Dorman, 2009), dimensi dari iklim kelas dapat dibagi ke dalam beberapa aspek, yaitu: 


1) Kekompakan siswa / Student cohesiveness 
Aspek ini mengukur sejauh mana siswa saling mengenal, membantu dan mendukung satu sama lain. 


2) Dukungan guru / Teacher support 
Aspek ini mengukur sejauh mana guru membantu siswa, mampu bersahabat dengan siswa, memberikan perhatian dan percaya pada siswa. 


3) Keterlibatan siswa dalam pelajaran / Involvement 
Aspek ini mengukur sejauh mana siswa menaruh perhatian dan tertarik pada kegiatan belajar, berpartisipasi dalam diskusi, mampu mengerjakan tugas tambahan, dan merasa nyaman dalam kelas. 


4) Kegiatan penyelidikan / Investigation 
Aspek ini mengukur sejauh mana siswa mampu melakukan proses penyelidikan (investigasi) dalam menyelesaikan masalah. 


5) Orientasi tugas / Task orientation 
Aspek ini mengukur sejauh mana siswa mampu menyelesaikan suatu tugas dan mampu untuk tetap fokus pada pelajaran. 


6) Kerjasama siswa / Cooperation 
Aspek ini mengukur sejauh mana siswa lebih memilih untuk saling bekerja sama daripada berkompetisi dalam belajar 


7) Kesetaraan / Equity 
Aspek ini mengukur sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh guru. 


c. Menciptakan iklim kelas yang positif 
Adelman dan Taylor (2002) mengemukakan beberapa cara untuk meningkatkan iklim kelas yang supportif, yaitu: 
1) Menciptakan atmosfer kelas yang ramah dan penuh perhatian 
2) Memberikan dukungan sosial bagi siswa dan staf 
3) Menyusun cara dan alternatif pilihan dalam mencapai tujuan bersama 
4) Meningkatkan partisipasi siswa dan staf dalam pengambilan keputusan 

5) Menyediakan instruksi dan memberikan respon terhadap suatu masalah secara tepat 
6) Menggunakan berbagai strategi untuk mencegah dan mengatasi masalah secepat mungkin 
7) Menciptakan lingkungan fisik yang kondusif bagi kegiatan belajar – mengajar 


3. Persepsi terhadap iklim kelas 
Iklim kelas adalah suasana atau situasi yang muncul akibat hubungan antara guru dengan peserta didik dan hubungan antar peserta didik yang menjadi ciri khusus dari kelas dan mempengaruhi proses belajar – mengajar. Iklim kelas juga merupakan gabungan dari kondisi psikologis serta kondisi social yang terdapat dalam lingkungan kelas yang bersifat spesifik karena di dalamnya terlibat proses persepsi individu terhadap lingkungan tersebut (Amar & Strugo, 2003). 
Sementara itu, persepsi diartikan sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau situasi (Atkinson, 2000). 


Berdasarkan pengertian persepsi dan iklim kelas yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap iklim kelas adalah proses pengorganisasian, penafsiran serta penilaian yang dilakukan oleh siswa baik positif maupun negatif terhadap situasi yang muncul dari interaksi sosial dalam kelas yang meliputi hubungan antara guru dengan peserta didik dan hubungan antar peserta didik yang mempengaruhi proses belajar – mengajar. 


Persepsi positif terhadap iklim kelas adalah penilaian terhadap suasana kelas sebagai lingkungan yang nyaman dan mendukung bagi kegiatan belajarmengajar. Sedangkan, persepsi negatif terhadap iklim kelas adalah penilaian terhadap suasana kelas sebagai lingkungan yang kurang nyaman dan menghambat kegiatan belajar-mengajar. 


C. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) 
Sardiman (2003) menyebutkan bahwa dalam kegiatan belajar – mengajar di sekolah, siswa menempati posisi sentral karena siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita - cita, memiliki tujuan dan ingin mencapainya secara optimal sehingga siswa diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar. 
Pada umumnya di Indonesia, siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki usia berkisar 15/16- 18/19. Pada usia tersebut, individu berada pada tahapan masa remaja. Menurut Piaget (dalam Papalia, 2007), pada masa remaja ini, individu berada pada tahap operasional formal yang ditandai dengan berkembangnya kemampuan untuk berpikir abstrak dan menggunakan cara berpikir ilmiah dalam mengatasi suatu masalah. 


D.Hubungan antara Persepsi terhadap Iklim Kelas dengan Motivasi Belajar Mata Pelajaran Fisika 
Dalam kegiatan belajar sangat diperlukan adanya motivasi pada diri siswa. Motivasi belajar merupakan syarat mutlak untuk belajar dan memegang peranan penting dalam memberikan semangat belajar. Motivasi belajar tidak hanya menjadi pendorong untuk mencapai hasil yang baik tetapi mengandung usaha untuk mencapai tujuan belajar, dimana terdapat pemahaman dan pengembangan dari belajar (Hadinata, 2006). 


Uno (2008) menyatakan bahwa kurang atau tidak adanya motivasi untuk belajar akan membuat siswa tidak tahan lama dalam belajar dan mudah tergoda untuk mengerjakan hal lain dan bukan belajar. Pendapat senada juga disebutkan oleh Kauchak dan Eggen (2004) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi dalam belajar akan melakukan usaha untuk memahami topik pelajaran baik pelajaran itu menarik atau pun tidak bagi siswa tersebut. 


Salah satu faktor yang dapat mendorong atau menghalangi motivasi belajar siswa adalah iklim kelas (Parsons & Hinson, 2001). Iklim kelas yang dirasakan aman oleh siswa akan mendukung siswa dalam belajar. Namun, iklim yang terbentuk dalam kelas juga dapat dirasakan mengancam oleh siswa dan berakibat pada rendahnya keterlibatan siswa dalam belajar. Kauchak & Eggen (2004) juga menyatakan bahwa iklim kelas memiliki peran penting dalam menciptakan suatu lingkungan yang dapat meningkatkan motivasi belajar dan 
prestasi siswa. Iklim kelas yang mendukung siswa dalam belajar, membuat siswa merasa aman, bebas dalam menyampaikan ide - ide yang dimiliki, kualitas hubungan yang baik dalam kelas, seperti saling memberikan perhatian dan saling menghargai akan membuat siswa lebih terdorong untuk belajar. 


Berdasarkan survey dan wawancara yang dilakukan peneliti dengan beberapa siswa SMA Negeri 1 Berastagi pada tanggal 16 November 2009 didapati bahwa beberapa siswa termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika sedangkan beberapa siswa lagi tidak termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika dan nilai fisika mereka berada di bawah standar ketuntasan minimal padahal menurut Sunardi (2009) belajar fisika itu sangat penting bagi siswa sebab hidup manusia dalam kesehariannya tidak dapat dilepaskan dari fisika. Siswa memiliki kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dapat memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi lewat belajar mata pelajaran fisika. 


Beberapa hal yang membuat siswa kurang atau tidak termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika adalah penilaian siswa yang kurang baik terhadap hubungan mereka dengan guru dimana menurut penuturan siswa bahwa saat kegiatan belajar - mengajar berlangsung interaksi antara siswa dan guru berjalan kaku, jarang bercanda, adanya anggapan para siswa bahwa guru hanya memperhatikan siswa yang pintar fisika saja dan kurang peduli terhadap kesulitan mereka dalam belajar, seperti terus menerangkan materi di depan kelas tanpa 
peduli siswa sudah mengerti atau belum. Selain itu, tidak adanya dukungan dari 
teman - teman untuk belajar fisika bersama menjadi salah satu penyebab kurangnya motivasi siswa untuk belajar mata pelajaran fisika. 


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa hubungan sosial yang terbentuk antar siswa dan antara siswa dengan guru merupakan gambaran iklim kelas dan dari hasil survey serta wawancara yang dilakukan peneliti pada beberapa siswa SMA Negeri 1 Berastagi ditemukan bahwa persepsi siswa terhadap iklim kelas ini berhubungan dengan motivasi belajar mata pelajaran fisika. Iklim kelas sendiri merupakan gabungan dari kondisi psikologis serta kondisi sosial yang terdapat dalam lingkungan kelas dan sangat berperan dalam 
menciptakan suatu lingkungan yang dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi siswa. Iklim kelas bersifat spesifik karena di dalamnya terlibat proses persepsi individu terhadap lingkungan tersebut (Amar & Strugo, 2003). Persepsi sendiri dapat diartikan sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau situasi (Atkinson, 2000). 


Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa diketahui bahwa adanya perbedaan persepsi siswa terhadap hubungan yang terbentuk antara siswa dengan guru juga antara satu siswa dengan siswa lain. 
Beberapa siswa menilai bahwa guru kurang peduli terhadap kesulitan mereka dalam belajar, interaksi yang berjalan antara siswa dengan guru juga kaku dan cara guru yang tidak menarik dalam menerangkan materi. Namun, ada juga siswa yang merasa bahwa guru perhatian pada mereka, mau berdiskusi saat ada soal yang tidak dimengerti dan cara guru menerangkan materi pelajaran fisika juga sudah baik. Begitu juga dengan penilaian siswa terhadap dukungan siswa yang lain dalam belajar fisika. Beberapa siswa menilai bahwa dari teman-teman mereka sendiri tidak ada dukungan dan keinginan untuk belajar mata pelajaran fisika bersama karena mereka juga tidak mengerti fisika. Namun, ada juga siswa yang merasa bahwa teman mereka mau membantu mengerjakan tugas saat ada soal fisika yang tidak dimengerti. 


Adanya perbedaan persepsi siswa terhadap iklim kelas mereka sesuai dengan pernyataan Chen & Chang (2002) bahwa siswa yang berada pada kelas yang sama dapat memiliki persepsi yang berbeda terhadap suasana kelas mereka. Persepsi siswa yang positif terhadap lingkungan kelas, akan mendorong motivasi dan performa akademik yang lebih baik serta sikap yang lebih positif terhadap suatu pelajaran. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar